Bersikap sabar, yaitu sikap tabah, tidak mengeluh, dan tidak berputus asa.
Sesungguhnya sikap sabar bukan hanya menahan kemarahan, akan tetapi ia merupakan sikap tabah yang diiringi dengan rasa tulus, lapang dada, dan berserah diri kepada Allah Swt. Menahan rasa kemarahan dalam dada secara terus menerus justru akan berakibat fatal pada jiwa & diri. Ketika diri telah tidak mampu lagi menahan beban batin dan dada telah penuh sesak dengan kemarahan-kemarahan, maka suatu waktu ia dapat meledak seperti orang-orang yang kehilangan akal sehat, melontarkan kata-kata kotor secara tiba-tiba, menangis histeris, dan sebagainya.
Jadi bersikap sabar yang sesungguhnya adalah sikap sabar untuk bersyukur dan tidak lupa diri ketika Allah Swt melimpahkan beberapa karunia berupa harta benda, tahta, kehormatan, dan sebagainya. Selain itu, sabar juga dilakukan ketika Allah Swt. memberikan musibah atau malapetaka, seperti berupa kehilangan orang yang dikasihi, harta benda, penghinaan, dan sebagainya. Tanamkan dalam hati bahwa kenikmatan dan kesakitan pada hakikatnya adalah perbuatan dan kebijaksanaan Allah Swt, yang terbit dari qudrat dan iradat-Nya yang sangat kaya dengan hikmah, ilmu dan kebenaran hakiki.
Abu Bakar ash-Shidiq Ra. pernah mengatakan: "Aku lebih sabar dalam menahan rasa kesakitan daripada bersabar dalam menerima kelapangan atau kenikmatan".
Hal itu sejalan dengan apa yang dikemukakan oleh tokoh sufi al-Junaid Rahimahullah, bahwa sabar itu adalah meneguk kepahitan tanpa wajah cemberut. Yang demikian bukanlah perkara yang mudah. Perjalanan dari dunia menuju negeri akhirat adalah mudah bagi orang-orang yang telah beriman, tetapi berhijrah menuju Allah Swt adalah sulit. Dan yang lebih sulit lagi adalah BERSIKAP SABAR BERSAMA ALLAH SWT...
Dikutip dari Quantum Asma'ul Husna (Rachmat Ramadhan al-Banjari)
Langganan:
Posting Komentar (Atom)
Tidak ada komentar:
Posting Komentar