Kamis, 11 September 2008

Tafakur Matrix

Mari kita merenung, tafakkur sejenak perjalanan kehambaan kita dari waktu ke waktu, dari tahun ke tahun, dari perubahan hidup ke perubahan lainnya. Bahkan bayangan kita tentang kuburan, tentang akhirat, tentang syurga dan neraka, tentang melihat Allah nantinya. Lalu memunculkan sejumlah pertanyaan:

1. Mengapa perjalanan hidupku naik turun dengan hambatan, rintangan, kesuksesan, kepuasan, keluhan, dan perubahan? Apakah Garis Ilahi di Lauhul Mahfudz disana memang demikian? Ataukah ini semua adalah kebebasan yang diberikan Allah kepada kita, lalu kita sendiri yang menentukan perjalanan kita?
Manusia yang ridlo terhadap Kehendak Allah, adalah manusia yang tidak lagi naik turun imannya, tidak lagi mengenal rintangan jalan menuju kepadaNya, tidak ada lagi keluhan, protes dan tidak ada pertanyaan yang muncul akibat keterhimpitan. Karena keterhimpitan sesungguhnya telah tiada.
Sebebas-bebas hasrat manusia terbang, akhirnya jatuh pula ke Tanah TakdirNya. Sekeras-keras manusia berteriak dari kesakitannya, akhirnya tidak lebih dari sifat aslinya.

2. Apakah di dunia ini sebagai akibat dari zaman Azali, dan akhirat adalah akibat dari dunia? Atau sebaliknya, ketika Azali dulu dan Abadi nanti bertemu, maka dunia kita ini adalah akibatnya? Jika demikian, betapa mengerikan nasib kita di depan Allah nanti….
Jika kamu memasuki - dalam kefanaanmu pada - Maha Awal, Maha Akhir, Maha Dzohir dan Maha Bathinnya Allah pertanyaan tersebut tidak pernah terungkap.
Tidak ada yang disebut "menyakitkan dan mengerikan" ketika para hamba Husnudzon kepada Allah.
Tidak ada yang lebih menyakitkan ketimbang seorang hamba yang mencurigai Allah.
Tidak ada yang lebih menyiksa ketimbang hamba yang tidak mengenal Allah.

3. Mengapa kita ini ditakdirkan beriman kepadaNya? Apakah semua itu karena ruang wilayah yang mendukung kita beriman, karena ikhtiar kita, atau karena memang kita sebenarnya sudah beriman di zaman kita sebelum kita lahir dulu?
Sejauh mana kita menangkap dan memantulkan kembali bayangan dari Cahaya "Alastu Birobbikum Qooluu Balaa Syahidnaa..", di zaman Azali dulu, sejauh itu pula kualitas iman kita terukur.
Hari ini, di dunia ini, kita hanya sedang membentuk pantulan Cahaya dalam kristal berlian qalbu kita.
Maka celakalah bagi mereka yang membalikkan cermin qalbunya, lalu tidak lagi ada Cahaya iman di dalamnya, sampai ia kontra dan menentang Tuhannya, bahkan mengaku Tuhan tidak ada. Na'udzubillah.

4. Mengapa Allah membuat semua kehidupan ini berstruktur dan berjenjang, bahkan ketika hendak bertemu Allah pun sejumlah jenjang tampak di mata akal pikiran kita? Padahal Allah Maha Kuasa untuk menghapus semua jenjang, stasiun, dan tahapan spiritual ruhaniyah seperti itu?
Itulah cara Allah memuliakan kita, menghargai keterbatasan kita, mencerdaskan kebodohan kita, mencahayai kegelapan jiwa kita, dan menujukkan bahwa Dia adalah Allah, Tuhan kita, dan kita adalah kumpulan kehinaan, ketakberdayaan, kehambaan dan kefakiran.

(Sufinews)

Tidak ada komentar: